Kamis, 28 Maret 2013

[FF] My Wine



Title                :  My Wine
Author           :  RitsuKim
Cast                :  Cho Kyuhyun as Marcus Lubov
                           Irina Wilson (OC, western name from Kim Hyunji)
                           Lee Donghae as Aiden
Rate                :  PG17
Length            :  Oneshoot

Wine ini memabukkan.
Begitu juga kau.

Manchester City, 1845

“kau tahu wanita yang ada disana?” Aiden mengarahkan pandanganku pada seorang wanita yang memakai gaun putih sederhana. Ia memakai hiasan bunga di rambutnya yang hitam lurus. Dapat kulihat dari gayanya dan cara duduknya, sepertinya ia seorang bangsawan.

“tidak. Kenapa?” aku menggelengkan kepalaku seraya menjawab pertanyaan Aiden.

“jangan tertipu dengan tampilan luarnya. Kau pasti mengira ia adalah seorang wanita terhormat dari kalangan bangsawan.” Aiden tersenyum kecut.

“kenapa memangnya? Dia bukan putri keluarga bangsawan?” aku bertanya heran kepada Aiden.

“tampilan luarnya memang begitu. Dia memang seorang wanita yang cerdas, ia juga memiliki ladang peternakan yang luas. Tapi kau tahu ia mendapatkan semua kekayaan itu darimana?” lagi-lagi aku menggelengkan kepala tidak tahu.

“dia membayar semua itu dengan tubuhnya.”

“apa?” aku terpekik kaget dengan apa yang baru saja Aiden katakan.

“kalau kau mau, coba saja dekati dia. Aku jamin, kau pasti akan puas.” Aiden menyunggingkan smirknya dan dia pergi begitu saja. Kulihat ia menyapa beberapa orang.

Aku penasaran tentu saja. Tanpa sadar aku jadi terus memperhatikan wanita tersebut. Sepertinya ia sadar ada yang terus memperhatikannya. Ia menoleh kearahku. Menatapku sesaat kemudian tersenyum. Senyum yang sangat manis.

Detik berikutnya aku sudah berjalan menuju tempat wanita tersebut duduk. Kini dia duduk sendirian. Orang yang tadi bersamanya telah pergi. Sesampainya di dekat wanita tersebut,

“bolehkah aku sedikit berbincang dengan anda, nona?” aku memberikan senyuman terbaikku padanya. Dan ia balas tersenyum. Lagi-lagi dengan senyum manisnya yang tadi.

“silahkan duduk,”

Setelah di persilahkan, aku duduk di kursi yang kosong di meja yang ditempati wanita tersebut.

“boleh aku mengetahui nama dari wanita cantik di hadapanku ini?” selama berbicara aku tidak pernah melepaskan senyum dari wajahku.

“Irina. Namaku Irina Wilson.” Wanita yang ternyata bernama Irina itu menjawab sembari mengangguk sopan padaku.

“dan namaku Marcus Lubov.” Ucapku sambil mengulurkan tanganku padanya, sebagai tanda perkenalan. Ia menjabat tanganku, tangannya sangat lembut.

“senang berkenalan denganmu nona Irina Wilson,” ucapku saat masih menjabat tangannya.

“senang berkenalan dengan anda juga tuan Marcus Lubov.’

“aku baru kali ini melihat wanita secantik anda, kalau boleh tahu dimana nona tinggal?” tanyaku membuka obrolan.

Ia menjawab dimana tempat tinggalnya. Perkenalan kami terus berlanjut dengan obrolan-obrolan ringan, seperti apa saja hobbynya dan lain sebagainya. Ia begitu sopan dalam berbicara, sungguh tidak menunjukkan tanda-tanda kalau ia seperti apa yang Aiden ceritakan.

Dan obrolan pun berlanjut sampai kepada aku yang mencoba mengajaknya pergi menonton bersama di akhir pekan. Jujur, aku tertarik padanya.

“boleh saja,” ia menjawab dengan pasti.

“terimakasih. Boleh kutulis alamat lengkap rumahmu? Supaya aku bisa langsung menjemputmu nanti,” aku mengeluarkan buku notes dari saku jasku bersama dengan bolpoinnya. Aku menyerahkan buku dan bolpoinnya kepada Irina karena ia meminta biar ia saja yang mencatat.

Selesai mencatat, ia menyerahkan kembali buku dan bolpoinnya kepadaku. Aku melihat tulisan tangannya di buku notesku. Tulisan tangan yang rapi.

“baiklah kalau begitu. Kereta kudaku akan berada di depan rumahmu tepat pukul 7 malam akhir pekan depan,” ucapku bersemangat.

Irina hanya tersenyum hangat padaku.

***

Sekali kau mencobanya,
Kau tidak akan tahu kapan bisa berhenti.

3 hari setelah pertemuanku dengan Irina, aku membuka buku notes kecil yang selalu aku bawa kemana saja. Alasanku selalu membawa buku notes adalah tidak lain karena pekerjaanku sebagai kepala polisi di kota Manchester ini. Aku mencatat hal-hal penting di buku notes tersebut. Ketika aku membukanya untuk mencari alamat rumah tempat tinggal Aiden di London, aku melihat tulisan tersebut. Aku tidak ingat ada catatan di lembaran itu. Aku membalik lembaran tersebut, di baliknya ada alamat rumah tempat tinggal Irina. Kulihat tulisannya sama, ini tulisan Irina.

“aku mempunyai ide lain, bagaimana kalau aku menghidangkan makanan di rumahku dan kita makan malam bersama?”

Dia mengajakku makan malam bersama di rumahnya? Hanya berdua?

***

Akhir pekan akhirnya tiba. Aku merapikan setelan jas yang aku pakai setibanya di depan rumah Irina. Tak lupa aku membawa setangkai bunga mawar di balik punggungku ketika aku mengetuk pintu rumahnya.

Tanpa menunggu lama, Irina sendiri yang membukakan pintu untukku. Dia tersenyum lembut padaku. kulihat malam ini ia mengenakan gaun berwarna krem yang menurutku ia sangat pas memakai gaun tersebut.

“aku sudah membacanya, dan aku setuju untuk mengikuti idemu,” Irina tersenyum lagi dan membukakan pintunya lebar-lebar, mempersilakan aku masuk ke rumahnya.

“silahkan masuk,”

Setelah aku masuk, Irina menutup pintunya kembali. Dia hendak berjalan masuk lebih dalam ke rumahnya ketika aku memanggil namanya. Ia menoleh kepadaku.

‘ada apa Marcus?”

“untukmu,” ucapku seraya menyerahkan bunga mawar merah yang sedari tadi kusembunyikan di balik punggungku. Ia tersenyum manis dan meraih bunga mawarnya dariku.

“terima kasih. Aku menyukai bunga mawar merah. Ayo masuk,” Irina kembali mengajakku masuk lebih ke dalam rumahnya. Aku pun akhirnya mengikutinya. Ia ternyata langsung membawaku menuju ruang tempat makan. Di meja makan sudah terhidang berbagai macam makanan. Ia mempersilakanku duduk.

‘koki disini menghidangkan berbagai macam menu. Aku belum tahu apa makanan kesukaanmu,” ia juga duduk di kursinya yang letaknya berhadapan denganku.

‘maaf sudah merepotkanmu,”

“tidak, tidak, ini sama sekali tidak merepotkanku. Sudah lama aku tidak kedatangan teman di rumahku, jadi aku sangat senang ketika kau menyetujui ideku,” ia memang terlihat senang ketika aku mengatakan aku memilih menyetujui idenya.

“kau tinggal sendirian di rumah sebesar ini?” tanyaku karena sedari tadi aku tidak melihat ada orang lain di rumah ini selain aku dan Irina.

‘tentu saja tidak. Ada bibi yang menemaniku disini dan membantuku mengurus rumah ini. Juga beberapa koki, kelihatannya mereka sedang ada urusan dulu di luar,” aku mengangguk mengerti.

“silakan dimakan hidangannya,” dan Irina mempersilakanku untuk mulai memakan makan malamku.

“ah, ya,” aku tersenyum dulu dan akhirnya kami berdua menikmati makan malam bersama. Hidangan yang disediakannya ternyata nikmat. Sesudah makan, kami pindah duduk di kursi di teras samping rumahnya yang langsung menghadap ke sebuah padang rumput yang indah diterangi cahaya bulan.

Kami mengobrol cukup banyak hal disana. Aku menceritakan tentang keluargaku, ayahku yang dulu juga adalah kepala polisi dan keseharianku sebagai kepala polisi di Manchester City.

Ia juga menceritakan tentang kehidupannya. Keluarganya yang meninggalkannya untuk selamanya sedari ia kecil sehingga ia harus tinggal di panti asuhan sampai akhirnya ada seorang wanita bangsawan yang mau membiayai kehidupannya, dengan syarat ia harus mau menikah dengan putranya yang sudah sekarat karena penyakit kanker.

Irina ingin memperbaiki kehidupannya sehingga ia bersedia menikah. Namun umur pria yang ia nikahi hanya tinggal 2 bulan semenjak ia menikah. 2 bulan kemudian Irina sudah menjadi seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya.

Wanita yang merupakan ibu dari sang pria pun meninggal 4 bulan kemudian. Ia tidak siap ditinggal oleh putra semata wayangnya. Semenjak ditinggalkan oleh anaknya ia terus menerus mengurung diri sampai akhirnya di suatu pagi ia ditemukan meninggal di kamarnya. Wanita yang merupakan mertua dari Irina tersebut bunuh diri dengan meminum berbagai jenis obat sampai akhirnya ia meninggal karena overdosis.

Sepeninggal mertua dan suaminya, Irina berjuang keras sendirian. Ia menggunakan harta kekayaan yang ditinggalkan mertua dan suaminya untuk biaya pendidikannya sampai akhirnya Irina mampu dan berhasil mengelola semuanya sendiri. Walaupun cukup susah karena kedudukannya sebagai seorang wanita yang kadang di anggap sebelah mata.

Seketika terbayang olehku betapa sulit ia menjalani sebuah kehidupan. Apalagi bagi seorang wanita di kota Manchester ini. Aku benar-benar kagum padanya.

Selesai ia bercerita, kulihat Irina tengah memandang ke padang rumput dihadapannya. Siluet yang kulihat sungguh sangat indah. Kecantikannya yang diterangi sinar rembulan, membawaku tanpa sadar mengusap pipinya.

Irina menangkap tanganku yang tengah mengusap pipinya. Aku bermaksud menarik kembali tanganku yang sudah lancang menyentuhnya, namun ternyata ia menahannya. Irina memandangku dengan tatapan matanya yang lembut. Mengusap-ngusapkan tanganku di pipinya. Aku mengangkat tanganku, mengusap sebelah pipinya lagi. Tatapannya sungguh sudah menghipnotisku. Detik berikutnya aku sudah mendaratkan bibirku di bibirnya yang lembut.

Kami berciuman cukup lama. Rasanya benar-benar memabukkan, membuatku ingin terus merasakannya lagi dan lagi. Irina merengkuh wajahku dan melepaskan ciuman kami. ia menatap ke dalam mataku. Ia meraih tanganku yang sedari tadi berada di lehernya, ia menuntun tanganku untuk menyentuhnya terus ke bawah. Dan malam ini telah menjadi malam dimana aku benar-benar mabuk akan seorang Irina Wilson.

***

Sinar matahari begitu menyilaukan ketika aku membuka mataku. kurasakan seseorang bergerak di dekatku. Ketika kubuka mataku, aku melihatnya. Irina. Dia sudah mengenakan bajunya kembali. Ia duduk di tepi ranjang di sampingku. Ia menggerakkan telunjuknya di dadaku yang tidak tertutupi sehelai benang pun.

“bagaimana semalam?” ia tersenyum manis padaku.

“aku menikmatinya,” tanganku bergerak mengusap wajahnya. Namun ia tiba-tiba beranjak menjauh dariku. Kulihat ia mengambil secarik kertas dari atas meja riasnya. Ia menuliskan sesuatu disana.

Dia menyerahkan kertas yang ia tulisi tadi padaku. aku membacanya. Ia menuliskan deretan angka di kertas tersebut.

“berikan aku sejumlah yang tertulis disana atau karirmu sebagai kepala polisi akan berakhir dalam sekejap mata,” tidak ada lagi senyuman di wajah Irina. Raut wajahnya berubah dingin.

“apa maksudmu?” aku bingung dengan maksud perkataannya.

“kau pikir aku memberikanmu segalanya itu gratis? Tidak, kau harus membayarnya Tuan Marcus Lubov. Sejumlah yang aku tulis di kertas itu,” ia tersenyum meremehkan melihat ekspresi wajahku yang kaget.

“jangan main-main.” Aku bangun dari posisi tidurku.

“oh, aku tidak bermain-main. Aku tinggal melaporkan bahwa kau melakukan tindakan pelecehan padaku. ada pelayanku yang bersedia menjadi saksi bahwa kau memang melakukan hal tersebut padaku. silakan pikirkan baik-baik, Marcus Lubov,” Irina tersenyum padaku seraya meninggalkanku di kamar tersebut sendirian. Bukan senyuman yang lembut lagi seperti semalam atau senyuman yang manis dan ramah ketika aku pertama kali bertemu dengannya. Namun senyuman licik yang terlukis di wajahnya. Apa yang dikatakan Aiden benar.

Yang kau ingat hanyalah,
Kau telah mabuk karenanya.

-END-

Omaigat! Apalah ini? Kenapa saya jadi bikin ff yang begini jenisnya??? O.o”
Efek puyeng gara-gara pilek menghasilkan ff aneh begini.
Tapi, tapi selamat menikmati aja deh,
Jangan bayangin yang aneh-aneh ya pas bacanya, XD
*bow

Rabu, 27 Maret 2013

[Flash Fiction] Waiting



Title                :  Waiting
Author           :  RitsuKim
Cast                :  Cho Kyuhyun
A/N                :  khusus buat ikke yang pengen cerita kyuhyun, saya bikin ni flash fictionnya. tapi mangap kalo kyuhyunnya saya aniaya dikasi sedih dianya, :p salah sendiri sih bikin daku kesal. -___- eniwei, selamat menikmati. :p

Sudah 5 tahun berlalu semenjak hari itu. Hari dimana kau berkata, kau akan pergi. Tentu saja aku menolak. Aku tidak mau orang yang benar-benar kusayangi pergi begitu saja meninggalkanku. Namun, kau berkata, “bila kita memang ditakdirkan bersama, maka aku akan kembali menemuimu pada hari yang sama, di tempat yang sama dan jam yang sama seperti sekarang”. Ia mengatakannya dengan senyum yang lembut menghiasi wajahnya.

Sudah 4 tahun kulalui. Aku selalu datang ke tempat itu, pada hari yang sama seperti waktu itu, menunggu berjam-jam, berharap kau akan datang lagi dengan sebuah senyuman yang kusukai darimu. Namun, nihil. Kau tidak juga kunjung datang.

Dan hari ini, sudah genap 5 tahun semenjak perpisahan kita waktu itu. Disinilah aku sekarang. Di sebuah bangku taman, tempat dimana 5 tahun lalu kau mengatakan sebuah kata perpisahan. Di bangku yang sama seperti waktu itu. Aku duduk di posisi yang sama, berharap kau akan datang dan duduk kembali di sampingku.

Aku masih berharap kau adalah takdir hidupku. Aku tahu, aku sudah menyia-nyiakanmu di masa lalu. Maka izinkan aku untuk memperbaikinya. Tuhan, tolong berikan aku sebuah kesempatan.

Langit sudah gelap. Apakah kau tidak akan datang hari ini? Apakah kau akan datang di tahun berikutnya? Aku merindukanmu. Sangat.

Aku melihat jam di tanganku. Sudah malam. Sudah lewat 6 jam dari waktu yang sama seperti dulu. Aku mulai putus harapan. Mungkinkah kau sudah melupakanku? Melupakanku yang pernah menjadi bagian dari hidupmu? Walaupun aku yakin aku bukanlah salah satu yang mengisi bagian termanis dari hidupmu.

“Tuan, sudah malam, apakah anda masih lama akan duduk disini?” seorang pria tiba-tiba datang dan bertanya padaku. sepertinya petugas keamanan disini. Mungkin ia mengira aku adalah gelandangan baru yang mencoba membuat bangku taman ini menjadi tempat tinggal.

“ah, iya. Sepertinya aku harus pulang sekarang.” Aku tersenyum ke arah petugas tersebut seraya berdiri dan beranjak dari tempat tersebut. Mungkin aku harus menunggunya lagi di tahun berikutnya.

-END-

ada di search google, XD

rupanya, alamat blog saya muncul di google, :D

kayaknya gara-gara seksoy dance tuh jadi pada nyari lirik lagu club no. 1, dan kebetulan dulu-dulu saya pernah ngepost lirik dan translatenya, :D


itulah bukti otentiknya, XD

[Flash Fiction] Happy Ending


Title                :  Happy Ending
Author           :  RitsuKim
Cast                :  Kim Jongwoon, Kim Hyeri

Aku tahu hubungan kami tidak berjalan dengan awal yang indah. Tapi setidaknya kami menginginkan akhir yang indah. Dan disinilah aku sekarang, menunggu dengan hati yang berdebar-debar. Menunggu pintu altar itu dibuka.

“jangan gugup. Santai saja, Appa tidak akan membiarkanmu terjatuh dengan gaunmu yang memusingkan itu.” Appa tersenyum menenangkan. Mencoba sedikit becanda untuk mecairkan suasana. Aku balas tersenyum kepada Appa.

“Appa~~,” aku bukan gugup karena takut jatuh atau sesuatu terjadi pada penampilanku. Hanya saja, ah, sulit bagiku menjelaskan apa yang tengah aku rasakan sekarang. Mungkin benar kata Eomma, sindrom gugup sebelum pernikahan. Kita gugup, namun kita tidak tahu apa tepatnya penyebab kegugupan kita.

Saatnya tiba, pintu dibuka. Kulihat di dalam gereja penuh dengan orang-orang yang tengah menatap ke arahku. Tentu saja, mereka ingin melihat bagaimana penampilan dari pengantin wanitanya. Lalu kualihkan pandanganku, lurus ke depan. Kulihat seorang namja yang tengah berdiri di dekat altar, memberikan senyumnya yang terindah ke arahku. Menungguku berjalan ke arahnya. Begitu melihatnya, ia calon suamiku, Kim Jongwoon, ntah apa yang terjadi, perasaan gugup yang tadi menderaku hilang begitu saja. Yang ada dipikiranku sekarang hanyalah. Aku ingin segera kesana, menghampiri Kim Jongwoon.

“ayo sayang,” kudengar Appa berbisik pelan padaku. menyadarkanku bahwa aku seharusnya segera melangkah dan berjalan menuju altar.

Waktu terasa lamban saat aku berjalan menuju altar diiringi musik wedding march. Rasanya aku ingin berlari saja. Aku terus tersenyum menatapnya. Ia, Kim Jongwoon begitu tampan dengan balutan tuxedo berwarna putih.

Perjalananku berakhir. Kim Jongwoon mengulurkan tangannya, dan Appa menyerahkan tanganku yang sedari tadi digandengnya kepada Jongwoon oppa.

“kutitipkan putriku padamu. Jaga dia baik-baik.” Appa berkata pada Jongwoon oppa.

“arasseo Abeonim.” Jongwoon oppa meraih tanganku dan menggenggamnya erat. Dia tersenyum padaku, menuntunku menuju altar dan disinilah kami sekarang. Menghadap pendeta untuk mengikrarkan janji sehidup semati.

-END-

Minggu, 24 Maret 2013

[Flash Fiction] She's Mine



Title                :  She’s Mine
Author           :  RitsuKim
Cast                :  Lee Donghae
A/N                :  saya dateng bawa fiction gagal yang aneh tapi bin ajaib bisa selese. terilhami abis liat ikan di fancam SS5, udahnya denger I wanna love you, jadilah fiction geje. ini cuman flash fiction, jadinya ya pendek sangat, :D bagi yang ga sengaja baca, selamat menikmati. ^^

Aku melemparkan senyumanku kepada seorang yeoja yang tengah duduk di sofa yang berada di sudut club. Yeoja itu daritadi terus saja memperhatikanku. Yeoja yang memakai gaun merah yang menawan, gaun itu begitu pas ditubuhnya, memperlihatkan lekuk tubuh sempurnanya. Penasaran aku memutuskan untuk menghampirinya.

“donghae ya, kau mau kemana?” Lee Sungmin, orang yang mengajakku ke club ini bertanya padaku setelah aku berdiri dari tempatku duduk.

Aku berbalik sebentar dan tersenyum kepada sungmin,
         
“aku ada urusan sebentar,” jawabku tersenyum simpul. Aku berjalan terus menuju tempat yeoja tersebut berada.
            
Sungmin yang memperhatikan Donghae pergi ke arah mana hanya bisa mendengus. “pria itu,”
            
Sampai di hadapan yeoja tersebut aku melayangkan senyuman manisku padanya.
            
“selamat malam nona manis, boleh aku duduk di sampingmu?”
         
Yeoja tersebut memandangku lurus ke arah mataku. Kemudian dia sedikit bergeser di sofa tempatnya duduk, memberikan ruang untukku duduk di sebelahnya. Tanpa banyak bicara lagi aku duduk di sebelahnya.
       
“sendirian?” tanyaku lagi. Daritadi yeoja ini belum juga mengeluarkan barang sepatah kata pun.
        
Yeoja itu mengangguk untuk mengiyakan pertanyaanku. Setelah kuperhatikan dari dekat penampilan yeoja ini begitu memukau. Gaun dengan bahu terbuka yang ia kenakan sukses memperlihatkan  kulit putih langsatnya yang mulus, dengan hidungnya yang mancung dan matanya yang bulat itu, serta bibirnya yang merah menawan begitu menggoda.
     
“namaku Lee Donghae,” ucapku lagi memperkenalkan diriku sambil mengulurkan tanganku untuk menjabat tangannya.
           
Yeoja itu menolehkan pandangannya lagi padaku akhirnya, setelah daritadi aku duduk di sebelahnya, ia terus saja memandang ke arah di hadapannya. Ia menatapku lagi dengan matanya yang bulat itu, memandang lurus ke mataku seolah sedang berusaha menangkap sesuatu hal yang tersembunyi dari maksud perkenalanku.
          
Akhirnya dia menggerakkan tangannya juga, menjabat tanganku seraya menyebutkan namanya.
       
“namaku Lee Channie,” aku mendengar dengan jelas ia menyebutkan namanya, namun aku berpura-pura kurang jelas mendengarnya.
      
“maaf?” ucapku mencondongkan kepalaku ke dekatnya. Ia menyebutkan lagi namanya dengan suara cukup keras supaya aku bisa mendengarnya.
        
Kini jarakku cukup dekat dengannya. Kurangkulkan tanganku di pundaknya, menariknya mendekat. Ia terlihat kaget dengan apa yang baru saja kuperbuat. Ia menatapku lagi seolah bertanya apa maksudku.
       
Aku mendekatkan wajahku, sangat dekat sampai aku bisa merasakan hembusan nafasnya. Semakin kudekatkan sampai bibirku menempel di bibirnya.
            
“Lee Channie, kau milikku,”


-END-